Kiai Umar Syahid waktu mudanya hidup sebagai kiai kelana, dengan jualan gerabah dan tumbu, hasil jualannya digunakan untuk membangun musolla dan masjid di sekitar Pacitan, Ponorogo dan Madiun. Karena itu beliau dikenal sebagai Mbah Tumbu.
Saat peristiwa pemberontakan PKI 1948 di Madiun, beliau sedang jualan di sana sehingga menyaksikan langsung pembantaian para ulama, dan selamat karena dikira orang biasa. Dan oleh sebab itu juga beliau menjadi informasi para Kiai dalam menghadapi PKI, karena bisa berjalan ke mana saja tanpa dicurigai PKI.
Walaupun hidup dalam kesusahan, Ulama Waliyullah ini selalu memikirkan NU dan bangsa. Karena itu saat terjadi demo di jakarta beliau mengajak keluarganya bermujahadah, karena dalam demo itu terdapat kelompok yg ingin melakukan makar. Beliau ulama waskito (makrifat) walau tidak pernah lihat TV atau pakai HP, tapi tahu persis anatomi konflik politik nasional yg sedang terjadi.
Ketika fisiknya masih kuat, beliau keliling Jawa untuk menyiarkan Islam ala NU, dengan modal jualan Tumbu. Dan saat tidak lagi mampu berjalan bukan berarti pengabdiannya selesai. Sebaliknya beliau memberi contoh yang seolah mampu menyindir kita yg masih sehat. Beliau rela meninggalkan pesantrennya kemudian mendirikan pendopo NU diatas lahan 1900meter, di sebuah desa di puncak bukit di Pacitan Selatan. Disebelah pendopo itu didirikan menara NU setinggi 17meter, yg dari dasar hingga puncaknya tertera logo NU serta tak lupa bendera Merah Putih.
Bagi orang lain akan menganggap ini perbuatan sia-sia, mengerjakan sesuatu yg tak jelas manfaatnya karena di pedalaman yang jarang dilihat dan didatangi orang. Tapi beliau sedang membuat mercusuar untuk memberi kabar pada dunia Bahwa NU masih ada, walaupun sekian lama selalu ditindas. Menara itu jg sebagai mercusuar, agar kapal yg lewat, yaitu agama lain dan ideologi lain tidak menabrak bumi NU dan bumi Nusantara ini. Menara itu dirancang sendiri, dan kemudian diserahkan pada PCNU Pacitan.
Di hari tuanya, Sang waliyullah itu rela hidup sendiri di tempat sepi sebagai Banser atau satpam penjaga mercusuar NU itu. Persis seperti Kh Muchid Muzadi yang walaupun sudah sangat udzur, tetapi kalau diajak bicara NU dan NKRI langsung perkasa kembali, saking semangat dan cintanya pada NU dan Negara. Sosok Ulama yang pengabdiannya tanpa batas untuk NU dan Indonesia.
Kini, dalam usia 114 tahun pada Rabu 7 Januari 2017 Kiai Umar Syahid yang merupakan murid serta teman seperguruan Hadhrotus Syaikh Kh Hasyim Asy'ari telah berpulang. Ada pesan beliau sebelum meninggal yakni, JAGA PERSATUAN, JAGA KEIMANAN KELUARAGA, JAGA NAMA BAIK NU, agar NU kembalai menjadi panutan bangsa.
Oleh : fb Guz UD Al Jawi
Dari Abdul Mun'im DZ, dengan ubahan kalimat
www.facebook.com/story.php?story_fbid=1271936179568460&id=100002562712398
Tidak ada komentar:
Posting Komentar