Rabu, 24 Agustus 2016

Pondok Lirboyo, Habib Munzir dan NU


PESAN PENTING PENGASUH PP. LIRBOYO; KH. A. IDRIS MARZUQI

Pesan Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, KH. A. Idris Marzuqi bin KH. Marzuqi Dahlan: “Santri Lirboyo ampun ngantos nderek ormas sak lintunipun jam’iyyah NU” (Santri Lirboyo jangan sampai mengikuti ormas selain jam’iyyah NU).

Salah seorang santri Lirboyo, Gojehlavana Ngajirogo Majnun Lihubbillah, mengatakan: Saya hanya menyampaikan wejangan langsung dari KH. A. Idris Marzuqi (Pengasuh PP Lirboyo), yang ditujukan kepada semua orang yang masih ingin diakui sebagai dzurriyyah dan santrinya Mbah Sepuh Lirboyo (KH. Abdul Karim, KH. Marzuqi Dahlan dan KH. Makhrus Ali).

Jikalau tidak mau lagi diaku menjadi santri Lirboyo dan yang membantah serta tidak mempercayainya, maka silakan langsung sowan menghadap kepada KH. A. Idris Marzuqi Lirboyo atau Gus Bidin (Zainal Abidin, anak angkat Gus Maksum). Wejangan ini juga diamanahkan untuk:

1. HIMASAL
2. GASMI
3. PAGAR NUSA
4. ANSHOR
5. BANSER
6. BANOM NU
7. MAJELIS RASULULLAH
8. SYEKHERMANIA

Jika ada seseorang, yang mengatasnamakan Lirboyo, mengajak gabung ke ormas selain BANOM NU, berarti itu fitnah!

Pesan Kyai Idris di atas, menurut penuturan Gus Adib, awal mulanya dulu ada beberapa habib yang sowan kepada KH. Idris Marzuqi mengusulkan agar Lirboyo mengundang seorang habib yang terkesan keras. Akhirnya KH. Idris mengutus Gus Bidin untuk meminta pertimbangan kepada Habib Mundzir al-Musawa. Dan ternyata Habib Mundzir sangat tidak rela kalau Pondok Lirboyo kedatangan habib itu, serta berharap Pondok Lirboyo konsisten seperti ini, berdakwah dengan hikmah dan mau’idzah al-hasanah. Karena mengingat latar belakang santri dan wali santri yang bermacam-macam. Dan seminggu setelahnya, Habib Mundzir wafat.

Maka ini merupakan wasiat dari Habib Mundzir yang sejalan dengan metode dakwah Pondok Lirboyo yang diwariskan oleh pendiri (KH. Abdul Karim). Dan saya yakin semua pondok dan majelis ta’lim punya metode dakwah masing-masing.

Bukankah para sahabat Nabi Saw. juga berbeda-beda dalam berdakwah, ada yang halus ada yang keras. Meskipun begitu, diantara beliau tidak ada yang saling menghujat dan tidak ada yang memaksakan metode dakwahnya agar diikuti yang lainnya. Nabi Saw. bersabda:

أصحابي كالنجوم بأيهم اقتديتم اهتديتم

“Sahabat-sahabatku bagaikan bintang, kepada siapa saja kalian ikut, kalian akan mendapat petunjuk.”

Semoga sumbangan pemikiran yang kecil ini bisa membuat kita lebih semangat dalam berdakwah tanpa menghujat dan memaksakan kehendak. Kita hanya berikhtiar, Allah lah yang memberi hidayah. Allahumma aamin.

Oleh : fp Kumpulan Foto Ulama dan Habaib
www.facebook.com/KumpulanFotoUlamaDanHabaib/photos/t.100004371630091/594792000611476/?type=3&source=42&ref=bookmarks

Sabtu, 20 Agustus 2016

Habaib dan Rokok



    Mayoritas (bukan keseluruhan. pen) para Sayyid /Habib memfatwakan Haram hukumnya merokok . Disamping alasan kemadharratan jika ditilik dari segi kesehatan , ada sudud pandang yang tersembunyi dibalik fatwa mereka tersebut yang sebetulnya adalah ‘illat paling dhahir dari “keharaman” yang mereka pilih itu.
.
.
BUKAN lagi sekedar ainudh dzatnya tembakau itu yang “haram” , TETAPI renik-renik ‘kehidupan’ disekitarnya lah yang lebih membuat mereka memilih untuk mengharamkannya.

Adapun kita yang bukan dari golongan anak cucu Rasulullah SAW , hukum Rokok sudah jelas khilafiyyahnya . Tidak perlu diperdebatkan . Kita hanya mesti memahami ada sebuah sudud pandang khusus dari para ahlul Bait dalam memilih masalah ini

merokok adalah termasuk KENIKMATAN DUNIA yang luar biasa yang di ciptakan Allah untuk para Hambanya dimuka bumi ini , wabil khusus bagi penduduk Negeri ini
.
.
Sayang sekali , jalan hidup ( manhaj / thariqah ) yang dipilih oleh Baginda Rasulullah SAW untuk diri beliau dan untuk keluarga dan anak cucunya (habaib)  berbeda sekali dengan apa yang kita pilih . Rasulullah SAW memilih untuk menjauhi kenikmatan – kenikmatan dunia yang menipu ini , sementara kita cenderung untuk bersemangat menikmatinya sepuas-puasnya .

Jalan hidup semacam ini akan sangat sulit dilakukan oleh seorang perokok , karena kenikmatan merokok itu akan selalu mencandu dan meminta lebih dan lebih lagi . Sangat sulit bagi seorang perokok untuk dapat berzuhud dengan Rokoknya .
Dia tidak akan dapat membatasi dirinya menghisap rokoknya kecuali jika sudah tidak punya uang untuk membeli …!
Sayangnya , sudah tidak dapat membeli , tetapi kepinginnya setengah mati . Ini namanya Wahnan ‘ala wahnin . Celaka diatas celaka . . .

Oleh : fb Madad Salim
Al Faqir ringkas
www.facebook.com/story.php?story_fbid=1003550076349853&id=100000846113244

Bendera dan Persatuan Zaman Rasulullah

Perang Mu'tah, 5 Jumadil Awal 8 Hijriah, mempertemukan pasukan kaum muslimin dengan kekaisaran Romawi Timur. Di sebelah timur Sungai Yordan dan al-Karak, dua pasukan yang jumlahnya njomplang ini bertemu. Kaum muslimin tak sampai 3000 pasukan. Di kubu sebelah, tak kurang 100.000 serdadu koalisi Byzantium dengan milisi lokal.

Sebelum berangkat, Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan agar apabila satu panglima gugur, maka hendaknya komando beralih ke panglima lain. Trio panglima memimpin: Ja'far putra Abi Thalib, sepupu Rasulullah yang secara fisik paling mirip beliau; Zaid putra Haritsah, dan salah satu pemuka Anshar, Abdullah bin Rawahah radliyallahu 'anhum.

Zaid bin Haritsah radliyallahu anhu membawa pasukan menerjang garda depan pasukan Romawi. Beliau gugur. Sebelum bendera jatuh ke tanah, Ja'far bin Abi Thalib menggantikannya sebagai panglima. Di bawah komandonya, pasukan secara bergelombang menyerbu musuh.

Ja'far, saudara Ali, memegang bendera di tangan kanan dan pedang di tangan kiri. Ketika tangan kanannya ditebas musuh, beliau memindahkan pataka itu ke tangan kiri. Ketika lengannya putus akibat sabetan pedang musuh, beliau masih tetap berusaha menegakkan agar panji tersebut tidak jatuh ke tanah, apalagi direbut oleh musuh. Dengan kedua tangan yang buntung, beliau berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya.

Sampai akhinya, seorang algojo lawan berhasil membunuh Ja'far. Diplomat kaum muslimin saat Hijrah ke Habasyah, yang juga berjuluk Abul Masakin, bapak kaum miskin, itu gugur. Ketika Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mendengar khabar kesyahidan sepupunya, beliau mengkabarkan bahwa Allah telah mengganti kedua tangan Ja'far ini dengan sepasang sayap. Ja'far At-Thayyar, Ja'far yang bisa terbang, demikian Rasulullah menjuluki sepupunya tersebut.

Ketika panglima kedua gugur, giliran Abdullah bin Rawahah menggantikan Ja'far. Sahabat dari kaum Anshar ini memimpin dengan gemilang sampai akhirnya beliau gugur. Tiga panglima perang, sahabat terbaik, gugur dalam satu pertempuran.

Melihat tiadanya komando terpusat, Tsabit bin Arqam Radliyallahu anhu lekas memungut bendera dari tangan Ibnu Rawahah. Beliau menegakkanya kembali, berteriak lantang memanggil satu persatu pasukan yang mulai kocar kacir, mempersatukannya di bawah kibaran panji tersebut. Akhirnya, pasukan sepakat mengangkat Khalid bin Walid radliyallahu anhu, Sang Pedang Allah, jenderal kavaleri dengan pengalaman tempur brilian, sebagai panglima.

Di bawah kepemimpinan Saifullah itu, ditunjang dengan pengalaman tempurnya yang matang, strateginya yang jitu, dan soliditas pasukan, kaum muslimin berhasil memukul mundur puluhan ribu serdadu koalisi Romawi dan milisi lokal.
----
Dari satu titik ini saja sudah terlihat kok, pentingnya mempertahankan sebuah bendera, selembar pataka, sekibaran panji. Ini bukan hanya mengangkat tangan hormat bendera, melainkan sekaligus mempertahankan tegaknya sebuah bendera, lambang persatuan, dalam sebuah peperangan.

Bendera itu hanya selembar kain, tapi apa yang terbaca di balik kain ini yang penting: panji martabat, pataka persatuan, bukti pengorbanan, lambang perjuangan dan selebihnya identitas kedirian kita.

Jadi kalau masih ada yang rewel soal hormat bendera dengan alasan "itu hanya kain biasa", "jangan menyembah kain", coba pinjamlah foto dirinya atau foto bapak ibunya, lalu injak-injak, kalau perlu, bakar. Belum cukup, KENCINGI (lek kowe ora isin ngetokne anumu)! Kalau marah, jawab: "Ah, akhi, bukankah ini HANYA selembar foto?"

Oleh : fb Rijal Mumazziq Z
www.facebook.com/story.php?story_fbid=1052214771526825&id=100002149375608

Belajar Kearifan Perbedaan dari Ulama NU

    Ini kisah lama yang sudah biasa diceritakan Gus Dur dan warga NU biasanya familiar dengan cerita ini. Saya mau berbagi kisah ini disini karena banyak jamaah Facebook yang tentunya bukan NU dan non-Muslim. Begini, dulu ada dua ulama besar pendiri NU yang berbeda pendapat tentang sesuatu tapi saling menghargai satu sama lain. Kedua ulama itu adalah Mbah Kiai Hasyim Asy'ari, kakeknya Gus Dur yang juga pendiri dan sekaligus "panglima tertinggi" NU yang pertama dan Kiai Faqih Maskumambang, pendiri NU juga sekaligus jadi wakil ketua, mendampingi Mbah Hasyim.

Kedua ulama ini merupakan sahabat dekat. Sangat dekat. Keduanya pernah sama-sama mondok di pesantren seorang kiai-wali kharismatik: Syaikhona Kholil Bangkalan. Keduanya juga dulu pernah bareng belajar di Makah. Seperguruan lagi. Misalnya sama-sama belajar dengan Kiai Mahfudh Termas yang ahli Hadis. Bukan hanya itu saja. Mbah Hasyim pernah mengambil mantu keponakan Kiai Faqih. Jadi persahabatan mereka betul-betul sejati.

Meski bersahabat, keduanya pernah berbeda pendapat dan berpolemik sengit sekali tentang hukum menggunakan kentongan sebagai "panggilan salat". Kiai Hasyim ngotot haram memakai kentongan karena tidak ada dalilnya. Sedangkan Kiai Faqih ngotot membolehkan menggunakan kentongan. Untuk menguatkan pendapat, masing-masing menulis sebuah kitab. Keren kan? Dengan menulis buku, perbedaan pendapat itu jadi bernilai akademik. Saya melihat para ulama dulu mentradisikan penulisan buku untuk mengekspresikan pendapat atau sebagai sanggahan terhadap pendapat seseorang.

Meskipun berpolemik tajam, keduanya saling menghargai dan menghormati. Pernah suatu saat, Kiai Faqih memerintahkan para kiai di Gresik untuk menurunkan kentongan di masjid-masjid dan langgar-langgar sebagai pengormatan kepada Kiai Hasyim karena beliau hendak mengisi ceramah di pesantren Kiai Faqih. Subhanallah. Indah sekali, kan?

Meskipun mereka sengit berbeda pendapat tapi sama sekali tidak pernah saling menyesatkan, menyalahkan, apalagi mengkapirkan. Coba bandingkan kearifan beliau berdua, para ulama besar yang keilmuan keislamannya luar biasa dalamnya ini, dengan perilaku sejumlah kaum Muslim "unyu-unyu" dewasa ini yang hanya karena berbeda pendapat dikit saja sudah ngamuk, ngumpat, menyumpah-serapahi "lawannya" dan bahkan menggeruduk dengan membawa pentungan segala.

Selama kita berada di dunia, maka perbedaan pendapat tak pernah sirna. Benar menurut kita, belum tentu benar menurut orang lain. Salah menurut kita, belum tentu salah menurut orang lain. Yuk, kita belajar dari kearifan Mbah Hasyim dan Mbah Faqih. Malu kan dilihat umat lain, jenggotnya sudah panjang kok masih nakal ngamukan...

Oleh : fb Sumanto Al Qurtuby
www.facebook.com/story.php?story_fbid=10157154245605523&id=762670522

Kamis, 18 Agustus 2016

Belanda dan Wirid Raja Jawa

  Disini al faqir hanya sedikit mencoba mnulis cerita Yai Muhammadun, yg beliau sampaikan pada kajian beliau.
=============
"mbah Sanusi dongeng, poro ratu jawi niku Sedanten wiridane niku, Ayat Kursi kaleh Amanarrasulu __,"
(mbah Sanusi bercerita, para Ratu Jawa itu semuanya wiridannya itu, Ayat Kursi dan Amanarrasulu __,")

"Niku ratu jowo mulai Amangkurat sepisan, niku wiridane nggeh niku, semedine diwoco niku. Dadi wonten musuh nopo mawon nggeh niku seng ti ngge nulak. Neng nggeh niku, riyadhohe seng kito mboten kiyat."
("itu Ratu Jawa mulai Amangkurat pertama, itu wiridannya ya itu, semedinya baca itu. Jadi ada musuh apa saja ya itu yg digunakan untuk menolak. Tapi ya itu, riyadhohnya yg kita tidak mampu.")

"Milo lajeng, Ratu Amangkurat sepisan sahinggo dugi Ratu Amangkurat kaping enem, niku sedanten Londho ajeng mlebet lak mboten iso. Mergo angger iku ti woco mriko angger obah mpun bingung."
("makanya, masa Ratu Amangkurat pertama sampai Ratu Amangkurat ke-6, itu Belanda akan masuk kan tidak bisa. Karena setiap itu dibaca, mereka bergerak saja sudah kebingungan.")

"Sareng kaping pitu lha niki lak mulai Londho saget mlebet mriki, sareng dugi rolas amblas."
("sampai Ratu Amangkurat ke-7, Belanda mulai bisa masuk kesini (jawa). Sampai ke-12, lebih leluasa.")

m.youtube.com/watch?v=RGp5ASd959Y

Rabu, 17 Agustus 2016

Penurunan Bendera Habib Luthfi


Habib Luthfi Pekalongan (athoolalloh baqo-ah fi 'afiyah) mengisahkan bhwa pernah waktu masih kecil beliau menurunkan dan melepas sangsaka merah putih karena memang sudah waktunya turun.
Dengan santai beliau membuka tali bendera,meletakkan tiangnya lalu melenggang dengan menenteng bendera tersebut layaknya secarik kain biasa. Tiba-tiba..

ctarr..

"aduuh.." teriak Habib Luthfi kecil sambil memegang kupingnya yg langsung bengkak, menengok kebelakang ternyata yang "nylentik" kuping beliau adalah Ayahanda beliau sndiri yg juga terkenal sebagai pendekar sakti.

"mrene le tak kandani" panggil ayahanda,"iki keto'e kain biasa, cuma kain abang karo putih disambung. Tapi iki sejatine ora kain biasa, ini menjadi harga diri bangsa."
("kemari nak saya beritahu" panggil ayahanda, "ini kelihatannya kain biasa, hanya kain merah dengan putih disambung. Tetapi ini sejatinya bukan kain biasa, ini menjadi harga diri bangsa.")

"Hargai ini, lepas talinya, ambil benderanya dan letakkan diatas pundakmu, kalo tiangnya silahkan kamu letakkan dibawah, tapi benderanya hargai, apa kamu mau menunggu orang (bangsa) lain yang menghargainya?!"

ternyata nasehat ini rasanya lebih keras memukul telinga dan kepala Habib Luthfi sehingga masih terngiang sampai sekarang.
=============
nasehat dari rekaman mauidzoh Habib Luthfi di Kudus.
=============
INDONESIA..
Merah darahku..
Putih tulangku..
....
geebyar..geebyar..peelaangii jinggaa...

Oleh : fb Ahmad Atho
www.facebook.com/story.php?story_fbid=709877385695648&id=100000201796519

Selasa, 16 Agustus 2016

Nasionalisme Kiai Malik


17-AN ALA ULAMA

Sewaktu masih nyantri, Habib Luthfi pernah diajak bepergian dari purwokerto menuju pekalongan oleh guru Thoriqoh an Naqsyabandiyah beliau, Mbah Malik Purwokerto, Putra KH. Muhammad Ilyas.
Ditengah perjalanan, tepatnya ditengah hutan antara Bantarbolang dan Randudongkal, sekitar jam 09.40 Mbah Malik berkata pada sopirnya, Suyuthi :
"Pak Yuthi, mandeko ndisik!"
"nggeh, Mbah"
"golek nggon sg adem ae, sg keno nggo gelaran tikar"
"nggeh, Mbah" jawab si sopir nurut.

setelah mendapat tempat yang teduh dan enak, mereka membentangkan tikar dan mengeluarkan bekal yg dibawa, sedangkan Mbah Malik memilih menghisap rokok tirwe alias rokok gelintir dewe, dan sesekali merogoh saku, mengeluarkan jam lalu berkata:
"dilut maning (sbentar lagi)"

begitu jam menunjukkan pukul 09.50 tepat, Mbah Malik mematikan rokoknya dan berkata:
"ayo Pak Yuthi, Habib mriki"
mengajak kedua murid berkumpul bersila. Dan tiba-tiba Mbah Malik membaca tawassul:
"ila hadlrotin Nabi l Mushthofa Muhammadin ...ila fulan..fulan..fulan, al faatihah"
"ila hadlroti Pangeran Diponegoro, Sentot Prawirodirjo, Kiyai Mojo, Jendral Sudirman, jendral...jendral..alfaatihah"
dalam hati, Habib Luthfi bertanya:
"lho lho..kog mlayune mrunu-mrunu??,kog ajib temen, dikirimi fatehah kabeh"

dan ketika jam 10.00 tepat, Mbah Malik terdiam sebentar lalu berdo'a dan dalam do'a itu pun beliau menyebut nama-nama pahwalan kemerdekaan yg disebut sebelumnya.

namanya juga ditengah hutan belantara, sang guru tiba-tiba menyuruh berhenti, tawasul lalu berdo'a utk orang-orang yg tdk biasa, karena merasa khawatir akan ada bahaya yang terjadi, Habib Luthfi memberanikan diri utk bertanya:
"Mbah, wonten nopo sih, mbah?"
"anu yek, pak yuthi, niki jam 10 niki rumiyen Pak Karno Pak Hatta mbaca napa..mbaca napa?" Mbah Malik lupa
"Proklamasi, mbah" jawab murid berdua
"ya ya niku..lha kita niku mandeg..ngurmati niku"


============
ternyata Sang Guru menyuruh berhenti sejenak hanya untuk menghormati Para Pahlawan Kemerdekaan Republik ini. Kita lihat, ternyata Sudah sejauh itu penanaman mencintai Republik dan Bangsa ini oleh Sesepuh kita dahulu.
============
Lahum al Faatihah

MERDEKA..!!!

Oleh : fb Ahmad Atho
www.facebook.com/story.php?story_fbid=709735869043133&id=100000201796519&ref=content_filter

Kamis, 11 Agustus 2016

Pesantren Lirboyo dan Kemerdekaan Indonesia


    Pesantren Lirboyo merupakan pondok pesantren yang memiliki sejarah panjang dan memiliki peran besar dalam sejarah memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Ponpes ini juga memiliki kisah perjuangan yang melegenda saat awal kemerdekaan. Pada medio September 1945 disebutkan, tentara sekutu datang ke Indonesia dengan menggunakan nama tentara NICA. Hal itu lalu membuat para kiai HBNU (sebelum PBNU) memanggil seluruh ulama di Jawa dan Madura membicarakan hal ini di kantor HBNU Jalan Bubutan, Surabaya.

    Dalam pertemuan itu para ulama mengeluarkan resolusi Perang Sabil, yaitu perang untuk melawan Belanda dan kaki tangannya dengan hukum fardhu ain. Rupanya keputusan inilah yang menjadi motivasi para ulama dan santrinya untuk memanggul senjata ke medan laga, termasuk Pesantren Lirboyo.

    Tepat pada jam 22.00 berangkatlah para santri Lirboyo sebanyak 440 menuju ke tempat sasaran di bawah komando KH. Mahrus Ali dan Mayor H. Mahfudz. Sebelum penyerbuan dimulai, seorang santri yang bernama Syafi’i Sulaiman yang pada waktu itu berusia 15 tahun menyusup ke dalam markas Dai Nippon yang dijaga ketat. Maksud tindakan itu adalah untuk mempelajari dan menaksir kekuatan lawan. Setelah penyelidikan dirasa sudah cukup, Syafi’i segera melapor kepada KH. Mahrus Ali dan Mayor H. Mahfudz.

    Saat-saat menegangkan itu berjalan hingga pukul 01.00 dini hari dan berakhir ketika Mayor Mahfudz menerima kunci gudang senjata dari komandan Jepang yang sebelumnya telah diadakan diplomasi panjang lebar. Dalam penyerbuan itu, gema takbir “Allahu Akbar” berkumandang menambah semangat juang para santri.


    Saat datangnya Jenderal AWS Mallaby pada tanggal 25 Oktober 1945 di Pelabuhan Tanjung Perak, stabilitas kemerdekaan mulai nampak terganggu terutama di daerah Surabaya. Terbukti pada tanggal 28 Oktober 1945, para tentara sekutu ini mulai mencegat pemuda di Surabaya dan merampas mobil milik mereka. Puncaknya adalah mereka menurunkan bendera merah putih yang berkibar di Hotel Yamato dengan bendera Belanda.

    Selang beberapa lama, Mayor H. Mahfudz melapor kembali kepada KH. Mahrus Ali di Lirboyo bahwa tentara sekutu yang memboncengi Belanda telah merampas kemerdekaan dan Surabaya banjir darah pejuang. Maka KH. Mahrus Ali mengatakan bahwa kemerdekaan harus kita pertahankan sampai titik darah penghabisan. Kemudian KH. Mahrus Ali mengintruksikan kepada santri Lirboyo untuk berjihad kembali mengusir tentara Sekutu di Surabaya. Hal ini disampaikan lewat Agus Suyuthi maka dipilihlah santri-santri yang tangguh untuk dikirim ke Surabaya.

    Dengan mengendarai truk, para santri di bawah komando KH. Mahrus Ali berangkat ke Surabaya. Meskipun hanya bersenjatakan bambu runcing, mereka bersemangat berjihad menghadapi musuh. Santri yang dikirim waktu itu berjumlah sebanyak 97 santri. Peristiwa itu belakangan dikenal dengan perang 10 November. Hal ini juga yang menjadi embrio berdirinya Kodam V Brawijaya. Selain itu KH. Mahrus Aly juga berkiprah dalam penumpasan PKI di sekitar Kediri.

    KH. Mahrus Ali juga mempunyai andil besar dalam perkembangan jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Bahkan beliau diangkat menjadi Rois Syuriyah NU Jawa Timur selama hampir 27 tahun, hingga akhirnya diangkat menjadi anggota Mutasyar PBNU pada tahun 1985 M.

Oleh : fb Burhanuddin
www.facebook.com/photo.php?fbid=1666884420191105&id=100006086888536&set=t.100004371630091&source=42&ref=bookmarks

Selasa, 09 Agustus 2016

Kiai Hamid Menghadapi Sakit


    Sebagai manusia ,maka sangatlah wajar jika Kiai hamid mengalami rasa sakit yang menginggapi tubuhnya, namun tidak semua orang mampu menahan dan tidak bercerita tentang sakitnya terhadap orang lain. Akan tetapi lain halnya dengan kiai Hamid ini, beliau sangat pandai didalam menyembunyikan rasa sakitnya terhadap orang lain, dan bahkan terhadap istri beliau sendiri, beliaupun tidak suka menunjukkan rasa sakitnya terhadap orang banyak,seperti jika sakit kepalla dengan sering mememgang kepalanya, jika sakit dada sering memegang dadanya,atau yang lainnya, bahkan beliau nyaris tidak menunjukkan gejala sakitnya itu dikhalayak umum.
Hal seperti ini beliau wasiatkan kepada paman beliau ( usia sang paman ini jauh lebih muda daripada kiai hamid ) ketika di Makkah dengan mengatakan “ Man, loro ojo dirasakno ( sakit jangan dirasakan )”.
Ada cerita unik ketika Kiai Hamid merasakan sakit didadanya,maka beliau mengusap-usap dadanya sendiri, namun ketika tiba-tiba datang istrinya ( Nyai Nafisah ) beliau langsung menyembunyikannya ( seolah-olah tidak pernah merasakan sakit ).

Suatu ketika kiai hamid berbincang-bincang  dengan adik iparnya, tiba-tiba beliau jatuh pingsan,dan ketika siuman beliau mewanti-wanti adik iparnya agar tidak memberitahukan kepada siapapun perihal pingsannya tersebut.

Apakah Kiai Hamid anti dokter ?

Hal inilah yang mugkin jadi pertanyaan kita, jika kita melihat kesabaran beliau didalam menahan rasa sakit yang bersarang didalam tubuhnya.
Kiai Hamid bukanlah tipe kiai yang tidak mau berobat kepada dokter,buktinya ketika ada keluarganya yang sakit,maka beliau menyuruhnya untuk pergi berobat kedoktr,begitu pula jika ada tamu yang meminta kesembuhan kepada beliau, maka beliau menyarankannya untuk pergi kedoktr.akan tetapi jika untuk diri pribadi beliau tidak mau untuk kedokter. Namun beliau tidak anti pati dengan yang namanya obat, hal ini terbukti dikantong saku dan rumah beliau tersedia juga obat kina/sekalor.

Detik-detik menjelang Wafatnya Kiai Hamid.

Kiai Hamid mengidap sakit berat  baru terungkap ketika beliau jatuh anfal dan dirujuk kerumah sakit, dengan melihat hasil rontgen,hasil jantung Kiai Hamid menbengkak/berlubang yang cukup parah dan ginjalnya sudah tidak berfungsi. Menurut keterangan dokter yang menanganinya,seharusnya Kiai Hamid beberapa tahun sebelum jatuh anfal sudah merasakan sakit,sesak nafas/gejala lainnya.namun begitu pandainya kiai Hamid menyembunyikannya,sehingga hal ini tidak terdeteksi dihadapan orang banyak.

Ketika dirumah sakit  beliau tidak menunjukkan perkembangan kesehatannya, dan bahkan makin melemah, maka pihak keluarga beliau membawanya pulang kerumah,sehingga keadaan beliau semakin memburuk dan bahkan mengalami koma.

Bertepatan pada tanggal 9 Robi’ul Awwal 1403 H, Kiai Ahmad Shiddiq duduk disamping Kiai Hamid sambil menuntun Kiai Hamid untuk mengucapkan kalimat “ Alloh…Alloh…Alloh..” tiba-tiba ada sesuatu yang luar biasa terjadi bersamaan dengan ruhnya kiai Hamid dicabut oleh Malaikat,seolah-olah kiai Ahmad Siddiq melihat bayangan kiai Hamid naik meninggalkan jasadnya.

Alfatihah Ilaa KH. Hamid Pasuruan semoga Alloh meratakan rohmatNya kepadanya,meninggikan derajatnya,menempatkan beliau bersama baginda Rosululloh shollallohu alaihi wa aalihi wasallam,dan bersama para syuhada',sholihin, dan semoga kita mendapat keberkahannya,rahasia-rahasianya,serta cahaya-cahaya ilmunya,didalam agama,dunia dan akhirat, bisirril faatihah.

Oleh : fp Istana Buku Aswaja
www.facebook.com/story.php?story_fbid=290266317974490&substory_index=0&id=228946580773131

THARIQAH


    “Tiyang lek sampun thariqah, teng pundi-pundi panggonan, bah teng masjid, teng tegal, pasar, dalan, sekolah lan teng pundi mawon kedah dzikir. Ngelampai pendamelan nopo kemawon nggeh kedah dzikir (mlaku, ngadek, lungguh, meneng, ngomong, kedah dibarengi dzikir teng manah). Niku asmane Wuquf Qalbi: dzikir Allah, Allah, Allah, mboten leren-leren, terus-menerus teng njero ati.” (Orang kalau sudah berthariqah, di mana saja ia berada, entah di masjid, kebun, pasar, sekolah dan dimanapun harus dzikir. Melakukan kegiatan apa saja juga harus dzikir (berjalan, berdiri, duduk, diam, berbicara, harus dibarengi dzikir di hati). Itu disebut dengan Wuquf Qalbi: dzikir Allah, Allah, Allah, tiada henti, terus-menerus di dalam hati.

“Lek sampun saget ngoten, lha niku lho jenenge wes iso topo (bertapa) dek njero pasar. Lha nek enggal saget dzikir ne’ wancine sepi-sepi tok, tapi nek kondisi rame ical dzikire, niku jenengan namung saget topo teng alas thok, tapi mboten saget topo teng tengah pasar. Nggeh topo wonten tengah pasar niki sing paling abbbooodt.” (Kalau sudah demikian, itulah yang dimaksud orang yang mampu bertapa di dalam pasar. Jika hanya bisa berdzikir di dalam kesunyian saja, sedangkan jika dalam kondisi ramai dzikirnya hilang, itu disebut hanya bisa bertapa di dalam hutan. Nah bertapa di tengah-tengah pasar inilah yang sangat berat).

“Dene menawi wonten tiyang ingkang sampun tumut thariqah lan sampun gadah maqom, tapi klakuane awon. Niku mpun disalahaken thariqahe, balek sing salah tiyange.” (Adapun jika ada orang yang sudah berthariqah dan sudah memiliki maqam (derajat tertentu) tapi perilakunya buruk, yang disalahkan jangan thariqahnya melainkan orangnya).

“Sami kados agama Islam, nggeh ngoten. Menawi wonten tiyang Islam kok ngelampai maksiat utawi keawonan, empun Islame sing disalahaken, kranten Islam ngoten sampun sae, balek umate sing salah.” (Sama halnya dengan Islam. Jika ada orang Islam namun suka berbuat maksiat dan keburukan, jangan salahkan Islamnya. Karena Islam itu sudah baik, hanya saja terkadang umat/penganutnya yang masih salah).

(Dawuh Romo Kyai Sholeh Bahruddin saat pengajian Selosoan, sekitar 2006 silam. Dialihbahasakan Jawa ke Indonesia dari Fp: Ngalah Community. Keterangan foto: KH. Sholeh Bahruddin Ngalah Pasuruan, Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya Pekalongan, dan KH. Sholeh Qasim Sidoarjo).

Oleh : GP Kumpulan Foto Ulama dan Habaib
www.facebook.com/story.php?story_fbid=1063642067059798&substory_index=0&id=347695735321105

Minggu, 07 Agustus 2016

Habib dan Soekarno untuk Indonesia


    Pada tahun 1953, Ir. Soekarno (Presiden Pertama Indonesia) datang ke Barabai, Kalimantan Selatan dalam sebuah kunjungan kenegaraan. Rakyat disana sepakat menunjuk Habib Alwi bin Abdullah Al-Habsyi, seorang ulama terkemuka yang disepuhkan disana untuk mewakili mereka menyambut Sang Proklamator Indonesia tersebut. Pada pertemuan itu, terjadi percakapan yang mengesankan bagi Soekarno khususnya dan bangsa Indonesia umumnya.

Presiden bertanya, “Siapa nama Tuan?” “Habib Alwi Al-Habsyi.” Jawab Habib Alwi. Presiden bertanya lagi, “Habib berasal dari Arab kah?” Habib menjawab, “Iya, saya lahir di Hadramaut, Yaman.” Lebih lanjut Presiden bertanya, “Mengapa orang Arab seperti Habib membantu perjuangan rakyat Indonesia?” Dijawab oleh Habib, “Karena saya seorang Muslim, dan rakyat Indonesia juga orang Muslim, jadi saya membantu. Inilah persaudaraan sesama orang Islam.”

Mendengar jawaban Habib Alwi tersebut Presiden Soekarno merasa terpukau. Ternyata rakyat Indonesia tidak berdiri sendiri dalam berjuang, masih banyak orang-orang Islam yang teguh memegang ajaran Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dalam memahami konsep persaudaraan Islam secara global, seperti Habib Alwi bin Abdullah Al-Habsyi ini. Presiden lalu mengundang Habib Alwi untuk datang ke Istana Negara di Jakarta. Namun beliau wafat dulu sebelum sempat memenuhi undangan Presiden. Habib Alwi wafat tahun 1967 dan dimakamkan di Barabai, Kalimantan Selatan.

Oleh : fp Madras Ribath
www.facebook.com/story.php?story_fbid=604198663087585&substory_index=0&id=361352827372171

Sabtu, 06 Agustus 2016

Kemajuan Indonesia


    Mengapa harus membuang keimanan ke-6 kita, hanya karena kemajuan semu mereka?
Sekedar gambaran
--------------~~--------------
     Dalam sebuah pengajian di pondok pesantren magelang, seorang jama'ah bertanya pada kiai.
“Jika kita melihat negara lain di luar, kelihatannya lebih maju dan lebih makmur daripada kita. Padahal tidak ada ulama dan mereka tidak menerapkan islam dalam kesehariannya. Bagaimana pandangan pak kyai tentang hal ini?”
Pak kyai balik bertanya, “Contone negoro sing luwih maju seko awake dewe ki sing endi?”
“Amerika pak kyai”
“Amerika sing luwih maju opone?”
Jama’ah pun tertawa semua.
Pak kyai melanjutkan, “Tak kandani yo, nang amerika kui kelas professor ki hp-ne nokia lawas. Wek dewe tukang batu wis duwe smartphone. Aku ra ngerti amerika kok arani luwih maju ki apane. Daya beli mereka rendah. Mereka gajinya besar tapi barang mahal. Nang kene ra duwe gaji wani rabi.
Indonesia daya belinya dahsyat. Nek ra percoyo njajal nang Singapura. Nek ono toko sing blonjo wong Indonesia, regane diundakno. Nang mekkah, nang Vietnam, awake dewe blonjo mesti regane diundakke, soalnya mereka menganggap semua orang Indonesia kaya. Amerika apane sing luwih maju?
Nang jepang ra isoh wong biasa tuku motor. Nang kene modal 500 ewu motor diter-terke tekan ngomah. Nang Jepang yo kowe angel golek konco ro tonggo, opo meneh nek kulitmu warnane bedo, nang kene sangger jeh apal Pancasila, kuwi koncomu kabeh, kuwi sedulurmu kabeh. Opone sing luwih maju?
Nang kene kowe ndelok liga inggris, liga spanyol, liga champion sakkarepmu. Nang inggris kowe kudu mbayar, malah ono sing inden ngasik telung sasi ming arep ndelok bal-balan. Ko ngono luwih maju?
Kowe nang Malaysia, nang Vietnam, nang Thailand, nginepo nang hotel po losmen. Jam rolas mbengi metuo, golekko mie rebus, golekko udud, golekko kopi. Ra ono, jam malam wis do tutup kabeh, ra oleh wong metu. Nang kene sak ayah2 ono wong dodol. Opone sing luwih maju?
Nang Magelang kene ono pirang macem sambel. Pendak warung bedo. Panganane? Macem2, ngasik mumet ndasmu lek mikir. Nang Eropa kono, seko pucuk elor Norwegia tekan pucuk kidul Spanyol badogane podo. Ngono kuwi luwih maju?
Nang Chino, kowe gawe anak ming oleh siji thok. Punjul seko siji dicekel diinterogasi pemerintah. Nang kene omah jeh ngontrak pendak dino gawe anak. Ngendi negoro sing luwih maju?
Seluruh dunia, yang bisa mensyukuri keberadaan daun pisang ming wong Jowo. Godong gedang isoh dadi pincuk, taqin, dadi suru, dadi lontong, lemper. Di saat negara lain berlomba membuat produk bungkus makanan ramah lingkungan, wong Jowo wis ket jaman kuno lawu nggawe produk kuwi.
Aku nek pas dolan luar negeri rung tau nemoni biting. Onone ming staples. Loh mbok kiro biting ki gampang. Mbiyen butuh beratus tahun nggo nemokke biting. Saiki gampang ming geri niru. Ming seko biting we isoh dadi industry besar. Negoro ngendi sing luwih maju?
Awake dewe ki negoro sing paling disayang Gusti Allah, rasah minder. Kemajuan mereka hanya kemajuan semu.”

Oleh : fb Cak Usma
www.facebook.com/story.php?story_fbid=10207263667845685&id=1104081749

Rabu, 03 Agustus 2016

Mbah Maimoen Iku Biyen Mlarat


    Ungkapan itu diucapkan oleh santri Mbah Yai zaman 60-an, Kyai Syukron Ketangi Pasuruan. Ketika saya sowan kepada beliau, beliau menceritakan kehidupan Mbah Yai pada waktu tahun 60-an. Diantara dawuh beliau tentang Mbah Yai:
"Mbah Moen iku bien mlarat, ga duwe sepeda motor, ono yo sepeda pancal. Pas awal dadi kyai, Mbah Moen iku digawekno musholla kalean Mbah Zubair, terus dadi pondok"
.
"Pas wes duwe pondok, Mbah Moen iku kerjo dodol kitab, manggone neng Masjid Jin dipasrahno santrine seng jenenge Basyir. Lah Mbah Moen iku angger seng tuku wong ora pati duwe, rego kitabe dimurahno, dadi seng asale rego kitabe Sewu dadi Lima ngatos padahal kulak.e iku Sewu. Basyir seng jogo kitabe iku dadi ngelu, opo cukup gawe kulak kitab maneh."
.
"Bien sampe saiki daleme Mbah Yai iku tetep koyo ngono, cuma tembok karo jendelone seng diapik.i, Lek bentuk bangunane tetep ngono, ora gelem digedeno, Seneng sederhana."
.
"Santrine pas iku cuma 70, MGS iku cuma sampe Tsanawiyah. Kelas 2 tsanawiyah iku 14 wong, kelas 3 iku ono 4 wong. Kyai Bukhori Semarang (Ayah Pak Haidar dan Pak Najib) iku duwurku."
.
Pada tahun kemarin Kyai Syukron sowan kepada Mbah Yai, setelah itu Mbah Yai mengambil sebuah kotak yang isinya beberapa uang, kemudian Mbah Yai dawuh:
"Kron.! Bien awakmu ngerti mlaratku. Kotak iki, coro digawe keliling Eropa wong pitu ora bakal ngentekno."
.
Wes manteb ngendikane Mbah Yai: "Angger kuwe ngalim, bakal enak urepmu."
.
Mugi2 angsal barokahe Mbah Yai lan saget kempal teng akhirat benjang.!! Amiiin.!!

Oleh: fb Al Uswah Al Fusha
www.facebook.com/story.php?story_fbid=602894633205506&id=100004549246700