Kamis, 29 Desember 2016

Kiai Cholil Bisri, Nyantri ke Makkah Tanpa Bekal

Kiai Cholil Bisri (kiri) bersama adiknya Kiai Mustofa Bisri
    Ketika nyantri di Makkah, Kiai Cholil tanpa diberi uang sepeserpun oleh Kiai Bisri abahnya. Pergi haji dan tak pulang langsung nyantri di Makkah, sedangkan Kiai Bisri abahnya pulang.

    Susah memang, menimba ilmu di luar negeri tanpa bekal apapun. Hanya bermodal keyakinan dan keinginan yg kuat.

    Sekedar mengganjal perut, kadang Kiai Cholil harus terpaksa menyiasati duduk di depan masjid. Disekelilingnya diberi kurma busuk sehingga banyak lalat yg menginggapi. Banyak yang tak tega sehingga ada yang berkenan memberinya recehan uwang. Tak jarang juga Kiai Kholil memakan buangan sisa semangka yg tak laku terjual oleh pedagang, di ambil buat main bola, sampai jauh dimakan.
Kiai Bisri  Mustofa
    Mendengar kabar tersebut, Kiai Bisri abahnya tak tega dan bergegas menyusul dan mengajak pulang Kiai Cholil. Dan benar, didapatinya Kiai Cholil hanya mempunyai satu pakaian yang sudah sangat kusut. Bahkan pasport pun sudah tak ada dan terjual.

    Tak tau lagi harus bagaimana bisa lolos cek (imigrasi), bermodal keyakinan keduanya nekat pulang yang waktu itu masih melalui kapal laut. Kiai Bisri tak berhenti-berhenti membaca wirid salah satu Asmaul Husna, dengan harapan Kiai Cholil yang tanpa pasport bisa lolos. Dengan bergaya seperti tukang buruh angkat barang yang begitu kerepotan keberatan, akhirnya Kiai Cholil berhasil naik kapal tanpa ada yang cek.

Oleh : diambil dari cerita (dawuh) Kiai Mustofa Bisri (Gus Mus)

Selasa, 27 Desember 2016

Mbah Wahab dan Mbah Bisri, Berbeda dan Bersatu Karena Agama


    Mbah Bisri Syansuri memang dikenal sebagai orang yang teguh memegang ilmu fiqih yang cenderung berat karena kehati hatian. Lain halnya dengan Mbah Wahab Chasbullah yg memang dikenal sebagai Kiai diplomatis yang cenderung kalem, tapi bukan berarti beliau tidak ahli dan keluar dari fiqih.

    Tak asing lagi khususnya bagi warga Nahdliyyin, bahwa beliau adalah para sesepuh dibalik awal awal berdirinya Nahdlatul Ulama (NU). Mbah Bisri adalah adik ipar dari Mbah Wahab, sekaligus teman seperjuangan waktu belajar di Makkah, tapi keduanya memang sering berbeda pendapat dalam menentukan suatu perkara.

    Pernah dalam suatu majlis musyawarah, dimana untuk memecahkan berbagai macam masalah keagamaan yang juga dihadiri oleh banyak Ulama. Ada suatu masalah yang sangat alot untuk menemukan titik temu permasalahan. Termasuk Mbah Wahab dan Mbah Bisri yg sama-sama saling ngotot adu argumen yang memang sama-sama membawa landasan yang kuat.

    Praktis semua Ulama lain hanya bisa tutup kitab menyaksikan beliau berdua yg memang tergolong sepuh dan saling mumpuni, Mbah Wahab menjabat Rais 'Am NU sementara Mbah Bisri sebagai wakilnya. Keduanya sampai saling menggebrak meja, yang seketika membuat suasana berubah jadi hening dan semakin tegang.


    Di tengah ketegangan, bedug pertanda waktu sholat pun berbunyi. Spontan keduanya dengan santai dawuh, "sudah dulu, sudah,,, ayo sholat dulu"

     Keduanya langsung pergi ke sumur tempat wudlu di ikuti Kiai lain, Mbah Wahab mengambilkan air (nimbo jawa) untuk wudlu Mbah Bisri, begitu juga sebaliknya. Keadaan langsung berubah total, seperti tak pernah terjadi apa-apa. Tak ada sedikitpun dari raut wajah keduanya yang menggambarkan kesengitan karena perbedaan yang baru saja terjadi. 

    Setibanya iqamah dan untuk selanjutnya sholat berjamaah, sudah menjadi tradisi Kiai NU, keduanya saling dorong untuk lempar menjadi imam sholat.
Mbah Wahab menunjuk Mbah Bisri, "anda yg lebih tua jadi imam sholat"
Mbah Bisri dengan santai menimpal Mbah Wahab "lhooo,, gak bisa, yang punya Masjid situ kok"


Minggu, 11 Desember 2016

Benarkah Kiai Hamid ke Baghdad


    Kisah tentang Kiai Hamid ini diceritakan oleh Kiai Masyhudi Sanan Kulon Blitar, sekitar tahun 2007-2008 sebelum beliau wafat. Beliau adalah santri Kiai Baidlowi Lasem yang merupakan paman Kiai Hamid.

    Pada awal tahun 80-an saat Kiai Masyhudi pergi haji dan ketika sedang sholat Jumat, beliau bersebelahan dengan Syekh Hassan dari Baghdad. Syekh Hassan pun berkenalan dan bertanya "dari mana anda.?"
"Dari Jawa Timur",

"apakah anda mengenal Kiai Hamid Pasuruhan?",tanya Syekh Hassan

"tentu, beliau adalah guru kami yang terkenal karena kealimannya", jawab Kiai Masyhudi yg dengan penasaran berbalik bertanya.
"darimana Syekh Hassan bisa mengenal Kiai Hamid? "

Lalu Syekh Hassan bercerita bahwa, jika setiap Haul Syekh Abdul Qodir Al-Jailani Kiai Hamid pasti hadir dan menginap di rumah Syekh Hassan SETIAP TAHUN.

    Sebelum berpisah, Syekh Hassan menitipkan salam untuk disampaikan kepada Kiai Hamid.

Kiai Hamid bersama Sayyid Muhammad 

    Selang beberapa hari sepulang haji, Kiai Masyhudi sowan kepada Kiai Hamid. Baru memasuki halaman ndalem, Kiai Hamid sepertinya sudah menunggu dan langsung memanggil Kiai Masyhudi. Setelah bersalaman sungkem, Kiai Hamid langsung berbisik,
"Nak Masyhudi, jangan sampai bilang siapa-siapa ya, jika pernah bertemu Syakh Hassan. Salamnya sudah saya terima, 'alaika wa 'alihis salam. Beneran ya, jangan bilang siapa-siapa". Kiai Masyhudi hanya bisa keheranan, karena belum sempat menyampaikan semua yg terjadi.

    Tentang perihal kepergian Kiai Hamid ke Baghdad ini, pernah ditanyakan kepada Kiai Idris Hamid, putera Kiai Hamid. Beliau menegaskan bahwa Kiai Hamid tak pernah ke luar negeri kecuali ke Makkah untuk berhaji. Jika pun ternyata iya, itupun tidak setiap tahun.

Oleh : fb Mas Yazid Tom's
Dengan pengubahan kalimat
www.facebook.com/story.php?story_fbid=10211599500040661&id=1160517859

Sabtu, 10 Desember 2016

Sufistik Gus Miek


Gus Miek atau KH HAMIM THOHARI adalah putra KH.Jazuli Ustman, pendiri pesantren Al Falah, Ploso, Kediri. Seorang pencetus lahirnya MAJELIS SEMA'AN AL QUR'AN DAN DZIKRUL GHOFILIN yang diyakini banyak orang sebagai seorang WALI.

Wali Malamatiyyah, itulah yg sering dinisbatkan pada Gus Miek. Yakni wali yang menyembunyikan kewaliannya, dengan tampil buruk di mata manusia, buruk menurut standar dzahir. Dengan dipersepsikan buruk dan nista, lalu dikucilkan/diabaikan, sehingga sang wali jadi bisa fokus pada kemesraannya dengan Gusti Allah. Dengan kata lain, mono-loyalitas wali malamatiyyah kepada cintanya ke Allah-lah yang membuatnya tak peduli dengan ukuran-ukuran manusia.


Gus Miek adalah sosok yang sangat dihormati oleh tokoh sekaliber Mbah Hamid Pasuruan dan KH Achmad Siddiq, dan juga Gus Dur. Kok bisa?

Salah satu penjelasan tentang kehidupan ganda Gus Miek adalah bahwa itu sejatinya bukan kehidupan ganda. Gus Miek sejak awal mengasuh majelis "sema'an Al Qur'an dan dzikrul ghafilin" mengingatkan mereka yang lupa pada Allah. Al-Ghafilin, manusia-manusia lupa, yang juga mencakup mereka yang di dunia hitam bahkan non muslim.

Itulah Gus Miek 'njegur' (menceburkan diri) ke situ. Njegur artinya harus menerima resiko gupak (terkena belepotannya). Tapi Gus Miek diyakini hanya gupak secara lahir, tidak batinnya. Dengan cara begitu Gus Miek menyapa kaum dunia hitam, tidak dengan cara menghujat atau merazia mereka, tapi dengan pendekatan dari dalam. Meng-uwongke (memanusiakan) mereka.

Tetapi, njegur tanpa ikut hanyut hanya bisa dilakukan sufi dengan maqam spiritualitas tinggi. Karena itu Gus Miek dihormati. Uniknya, tak semua orang yang punya perilaku-perilaku nyleneh adalah wali.
Bisa saja itu orang gak bener. Para sufi mengajarkan agar kita tak gampang percaya dengan penampilan religius seseorang, tapi juga tak gampang tak percaya.

Yang dilakukan Gus Miek adalah membunyikan genta harapan kepada mereka yang putus asa, menyapa mereka yang lemah, yang tersisih karena diangap pendosa.

Doktrin teologi Aswaja tentang "anugerah Allah sebagai penentu keselamatan". Hal ini berkait erat dengan keyakinan tentang pentingnya peran syafaat Nabi. Di hadapan Allah, kita tak berhak mengklaim apa-apa. Semua prerogatif-Nya. Tapi semoga syafaat Nabi bisa membantu kita.

Keyakinan Aswaja semacam itulah yang melatari kenapa Gus Miek, juga Gus Dur, tak gampang menghakimi manusia, siapapun dia. Kalau kita sendiri saja tak pernah bisa memastikan nasib kita di akhirat, bagaimana kita bisa dengan jumawa yakin akan nasib orang lain?

Dari doktrin Aswaja itulah muncul sikap Gus Miek dan Gus Dur yang melihat manusia sebagai manusia.
" TIDAK DENGAN HUJATAN, TAPI DENGAN GENTA HARAPAN "

Dikutip dari beberapa tulisan GUS DUR
.إن الله يجمعنا و اياهم ويهدينا بهدايتهم ويحمينا بحمايتهم ويمدنا بمددهم ويعيد علينا من بركاتهم و اسرار هم و انوارهم وعلومهم فى الدارين أمين ٤٤٤٤x لهم الفاتحة...
 Lahum Al Fatihah..

Oleh : fb Ragyl Wujdy
Dengan pengubahan dan ringkasan
www.facebook.com/story.php?story_fbid=680255262142815&id=100004750422473

Kamis, 08 Desember 2016

Dibalik Kunjungan Gus Dur ke Israel


    Saat Gus Dur mengumumkan akan bekerjasama dengan Israel gaduh di dalam negeri luar biasa. Sebagaimana di bandara Halim ketika akan melakukan lawatan ke luar negeri. Para jurnalis dan yg ikut rombongan Gus Dur pun bingung.

    Tak hanya dalam negeri, ketika rombongan sampai di Kuwait disambut raja, dan ditegur:"Gus mengapa sama Israel? kita ini kan saudara?"
Gus Dur menjawab :"Indonesia itu krisis karena ulah Soros, tapi apa yang anda lakukan membantu kami, yang katanya saudara?" mendapat jawaban itu,raja Kuwait kembali bertanya "apa yang dibutuhkan Gus? kami, Kuwait siap bantu".

Dan akhirnya dari pertemuan tersebut didapatkan kerjasama dengan Kuwait. Demikian pula dilakukan hal yang sama saat di Yordania, kerjasama akhirnya juga didapat.

Nah, setelah kunjungan ke Israel dan sesampainya di AS disambut Bill Clinton, dan menanyakan "sukses kerjasama dengan Israel". Gus Dur menjawab; "eits, nanti dulu."
"mengapa?" tanya Clinton. "saya belum tentu mau, tapi saya ajukan satu hal, hentikan bantuanmu pada GAM dan RMS". mendengar itu Clinton," Ok, Ok".
DEAL besar, meski akhirnya juga gak jadi kerjasama dengan israel.

nb: sumber kisah dari B. Semedi wartawan senior yg pernah tugas di istana negara.

untuk Gus Dur al fatihah.

Oleh : fb Sururi Arumbani
Dengan sedikit ubahan kata
www.facebook.com/story.php?story_fbid=10208597027304586&id=1276512258

Sabtu, 03 Desember 2016

Ketika KH Ali Maksum Dipukul Linggis


Suatu ketika, KH Ali Maksum (Allah yarham), pengasuh Pesantren Krapyak Yogyakarta tengah menyampaikan ceramah pada sebuah acara peringatan haul.

Di tengah ia ceramah, tiba-tiba muncul orang yang membawa sesuatu yang dibungkus kain surban berwarna putih, naik ke atas panggung. Secara cepat pula, orang tersebut memukulkan benda yang ternyata linggis itu ke Mbah Ali dengan membabi buta. Kurang jelas, apa motif orang tersebut sehingga berani memukul tokoh yang dihormati tersebut, di depan publik.

Yang terjadi setelah peristiwa pukulan linggis tadi, membuat Mbah Ali jatuh tersungkur dan mengalami luka yang parah. Bahkan, Ketika itu, kiai yang pernah menjadi Rais ‘Aam PBNU itu mesti opname hampir dua bulan karena luka parah.

Namun, justru di sinilah letak kekuatan Simbah Kiai Ali, usai menerima serangan pukulan linggis. Ketika dirawat di rumah sakit, salah satu santrinya yang kala itu ikut menunggu, KH Abdul Karim, masih ingat pesan yang disampaikan oleh Kiai Ali.

“Beliau berkata : “kabeh anak-anak ku lan santriku ora keno dendam lan ora keno anyel (semua anakku dan para santriku, tidak boleh dendam dan benci),” kenang kiai yang akrab disapa Gus Karim itu, menirukan ucapan dari sang guru.


Kekuatan yang diperlihatkan KH Ali Maksum, bukanlah kekuatan kebal menerima pukulan linggis, melainkan kekuatan meredam amarah dan kebencian kepada sang pelaku. Kekuatan memaafkan inilah yang lebih "ampuh", daripada sekedar kekuatan fisik.

Teladan sikap memaafkan KH Ali Maksum ini pula, barangkali yang kemudian ikut mengalir dan mengilhami kepada para santrinya, yang termasuk di antaranya yakni KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus).

Oleh : fb Rifqi Amany Elmoe
www.facebook.com/story.php?story_fbid=10210153196479621&id=1029859411