Kamis, 27 Oktober 2016

Kepatuhan Kiai As'ad Terhadap Peraturan Negara


LIHATLAH DI BALIK YANG TERLIHAT

Sopir KH R As'ad Syamsul Arifin pernah di marahi karena menerobos lampu merah di perempatan jalan. Saat itu ba'da isya di salah satu jalan raya kota Semarang

Beliau marah "Toron kade' cong (turun dulu nak)"

Lantas si sopir (yakni KH. Drs. Musyirin) melambat dan turun.
Kyai As'ad langsung turun tanpa menunggu pintu di buka oleh sopir.

Kemudian beliau dawuh "Arapah be'na mak tak ambu je' bedhe lampu merah..? (Kenapa kamu koq tidak berhenti lha wong ada lampu merah? )"


Si sopir menjawab "Nyo'on saporah, abdina cangkolang Kyai, pekker abdina ka'dintoh jelen preppa'en seppeh (mohon maaf kiai hamba mohon maaf berani bicara. Kami pikir ini jalan kebetulan sepi)"

Kyai dawuh lebih keras suaranya ''Abbeeh..!! Be'na kodu ngarte ben mahame (Heh... kamu harus mengerti dan paham). Lampu lalu lintas ruwah Undang undang Negereh (lampu lalu lintas itu undang-undang negara). Aruwah para pemimpin rapat rajeh biayana (itu para pemimpin rapat besar biayanya).  Hormate, ajiih undang2 geruwa (hormati, hargai undang2 itu). Biaya se e angguy jiya obengah rakyat (biaya yabg dipakai -rapat- itu uang rakyat). Obengah oreng benyak (uangnya orang banyak). Bisa dusa Ka reng benyak be'na (bisa dosa kepada orang banyak). Biasa'agi ngabes lanjeng be'na (biasakan berpikir panjang). Jek gun karo se paddeng..!! (jangan hanya melihat yang kelihatan saja! )"

Si sopir menjawab haru "Enggih Kyai.. Abdina jenjih tak ngolangna poleh bingkeng areh (iya kiai, hamba berjanji tidak akan mengulangi lagi di lain hari)"

Oleh : fp islamuna.info Googlenya Aswaja
www.facebook.com/story.php?story_fbid=1850418651855853&substory_index=0&id=1433990446832011

Selasa, 25 Oktober 2016

Habib Umar Muthohar Bercerita Karomah Kiai Hamid Pasuruhan

Kiai Hamid Pasuruhan

Dua Tahun lalu.

Setelah turun dari panggung pengajian. Seperti biasa, Beliau Habib Umar AlMuthahhar “Ngajak” Cangkruk-an sambil kebal-kebul dengan rokok beliau. Beliau menceritakan kisah2 perjalanan spiritual beliau dengan Gurunya al Mukarram Habib Ja’far. Banyak kisah yg sangat sulit di terima nalar. Dan berikut kisah yg “agak” mendekati “biasa”.

Habib Ja'far

“Beliau habib Ja’far senang bepergian ke daerah-daerah pelosok. Disana biasanya beliau cuma menginap beberapa hari, mencari rumah yg kumuh untuk sekedar bermalam. Dan setelahnya, biasanya murid2 beliau berdatangan. Dengan membawa uang dan oleh2. Lalu uang hasil bisyarah itu langsung di berikan ke tuan rumah. Yang serta merta disambut dengan kebahagiaan luar biasa” Habib Umar memulai kisahnya.

“Suatu ketika, zaman dulu waktu mbah Yai Hamid Pasuruan masih hidup. Habib Ja’far melakukan kebiasaannya, yakni “jalan2” dan menginap di rumah yg jelek. Setelah di silahkan tuan rumah. Beliau mendapati salah satu penghuni rumah yg akan melahirkan. Dinanti satu jam, dua jam lebih ternyata sang bayi belum mau keluar juga. Akhirnya Bu Bidan memvonis: Kandungan ini harus di operasi!!. Seketika seluruh penghuni rumah sedih bukan kepalang. Duh gusti,, uang dari mana lagi. Lawong untuk makan saja susah. Lalu Habib ja’far berkata: ini daerah pasuruan kan? (Iya: jawab mereka), Kalau memang mbah Yai Hamid benar2 wali. Maka sebentar lagi dia pasti akan datang di daerah yg merupakan kekuasaannya!!.
Tidak butuh lama, tiba2 dari arah depan pintu ada orang yg mengucapkan salam: Assalamu’alaikum,,,,. Semuanya bergegas menyambut. Dan ternyata, Mbah Yai Hamid sudah ada di depan pintu sambil membawa bungkusan plastik berisi air putih!!!. Setelah bersalaman dan berangkulan dengan habib Ja’far. Beliau berkata: Ini Yek pesanan njenengan. Langsung diminumkan saja, Insya Allah sembuh. Lalu beliau langsung pamit.
Air putih itu langsung diminumkan ke ibu hamil itu. Dan seketika, dengan lancarnya sang jabang bayi keluar. Dan tidak jadi operasi,,,”.

“Beliau Habib Ja’far adalah almasyhur,,,” pungkas habib Umar diantara kisah2 yg tidak usah diceritakan. Karena mungkin dianggap tidak masuk akal.

Lahumul Faatihah,,,

Habib Umar Muthohar

Oleh : fb Robert Azmi
www.facebook.com/story.php?story_fbid=235969826818608&id=100012167760823

Minggu, 23 Oktober 2016

Tamrin Kiai Maksum dan Santri ( Kiai Imron Hamzah )


Mbah Maksum Lasem --KH. Maksum ayahanda Kiai Ali Maksum, salah satu sesepuh pendiri NU-- bila mulang, mengajar, santri-santri sering kali memberikan tamrinan (mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menguji kemauan dan perkembangan pengetahuan santri-santri). Suatu ketika, saat Mbah Maksum menamrin, pertanyaan beliau oleh beberapa santri yang ditanya, tidak dijawab dengan benar. maka beliau pun berkata, "Siapa yang bisa menjawab dengan benar?"

Sekejab suasana senyap tidak ada yang menjawab. "Siapa?" ulang beliau. Masih tidak ada yang cemuit, bicara menjawab. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara tidak terlalu keras, tapi jelas: "Maksum!"

"Maksum siapa?" tanya Mbah Maksum.

"Maksum Lasem!" jawab suara dari belakang.


"Siapa itu?" tanya Mbah Maksum sambil menahan senyum. Santri-santri tidak ada yang menjawab. Sibuk menahan tawa. Meskipun mereka tahu pemilik suara itu tidak lain adalah santri nakal kesayangan Mbah Maksum : Imron. Kelak dikenal sebagai KH. Imron Hamzah tokoh yang tidak pernah absen mewarnai perjuangan dan khidmah Nahdlatul Ulama untuk bangsa dan negara; aktif di NU sejak di pondok pesantren mulai dari Pengurus IPNU dan Ansor; terakhir menjabat Rais Syuriah PBNU priode 1999-2004 setelah sebelumnya memimpin NU Wilayah Jawa Timur sebagai Rais Syuriah.

Rahmat Allah untuk Mbah Maksum, Kiai Imron Hamzah, dan segenap kiai dan santri yang telah mendahului kita... Al-Fãtihah.

Selamat Hari Santri!

Oleh : fb Ahmad Mustofa Bisri
www.facebook.com/story.php?story_fbid=10201272486649727&id=1698923818

Senin, 17 Oktober 2016

Gus Dur Di Mata Kiai Ali Shoddiq Tulungagung


    Kyai As'ad Syamsul 'Arifin gelisah mendengar Gus Dur menjadi kontroversi dari hari ke hari dengan gagasan-gagasannya yang berani dan perlawanannya terhadap Soeharto dengan manuver-manuver yang lebih berani lagi. Kyai As'ad lantas memanggil Kyai Muchith Muzadi, salah satu sahabat terdekat Gus Dur.

"Tolonglah kau nasehati 'Durrahman itu!" beliau manyambat, "janganlah terlalu sering bikin pusing orang begitu..."

Kyai Muchith meringis,

"Kok malah saya to, 'Yai? Saya bisa apa? Mestinya 'kan justru panjenengan yang bisa menasehati sebagai orang sepuh dan Ahlul Halli Wal 'Aqdi yang dulu menunjuk Gus Dur jadi ketua..."

Kyai As'ad terdiam sejurus, sebelum akhirnya mendesah,

"Saaya 'daak biisa.... Kalau ketemu 'Duurrahman yang 'kliatan samaa saaya kaakeeknya..." (Terong Gosong)

*****

Ada suatu cerita dari seseorang asal Nganjuk, dia pernah didatangi Putra Almarhum Mbah yai Ali Ngunut Tulungagung. Dia bertanya, “Gus,,, Mbah Yai Ali nek kaleh gusdur pandangane dospundi (bagaimana) ?”.

“Remen sanget, kulo kemutan wekdal pertama kali partai PKB muncul. Dalam kondisi gerah ndamel kursi roda, abah mekso nderek dateng lapangan ingkang hawanipun panas sanget, semangate kados ajeng perang. Sakderenge bidal beliau dawuh, “Putune mbah Hasyim ki sing maju,,, putune mbah Hasyim iki,,, (katanya dengan suara parau penuh kerinduan)””.

"(senang sekali,saya teringat ketika pertama kali partai PKB muncul, dalam keadaan sakit memakai kursi roda, abah memaksakan dirinya ikut ke lapangan yg hawanya sangat panas, semangatnya seperti mau perang. Sebelum pergi beliau berkata, "cucunya Mbah Hasyim itu yg maju ya ini,, ")"

Oleh : fb Robert Azmi
Dengan sedikit penyesuaian
www.facebook.com/story.php?story_fbid=216685958746995&id=100012167760823&ref=m_notif&notif_t=feed_comment_reply

Selasa, 11 Oktober 2016

Kiai Ustman Penyusun Istighatsahan


    Perlu diketahui bahwa ada sedikit kekeliruan dalam tulisan yang banyak beredar termasuk yang dimuat di NU Online, dikatakan penyusun Istighatsahan adalah Kiai Romli Tamim Rejoso Jombang. Berikut sedikit klarifikasi dari pihak keluarga ndalem Hadhratus Syaikh KH. M. Utsman bin Nadi al-Ishaqy Jatipurwo Surabaya.

Suatu ketika Mbah Kiai Utsman al-Ishaqy berhalangan hadir di pengajian mingguannya Mbah Kiai Romli karena bebarengan dengan acara "Sewelasan" yang baru dirintisnya. Yang mana isi dari acara Sewelasan tersebut adalah Istighatsahan selepas shalat Maghrib berjamaah dan pembacaan Manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jailani setelah berjamaah shalat Isya.

Ketidakhadiran Kiai Utsman pada pengajian mingguan tersebut membuat Kiai Romli bertanya kepada Kiai Utsman ketika bertemu beberapa hari kemudian. "Nang endi pengajian wingi koq gak kétok Man?" (Saat pengajian kemarin kamu di mana Man?)

"Pas kesarengan Sewelasan wonten langgar panggénan kulo, Kiai." (Pas bebarengan dengan acara Sewelasan di mushala tempat saya, Kiai), jawab Kiai Utsman.

"Opo waé Man séng diwoco?" (Apa saja yang dibaca, Man?), tanya Kiai Romli.

Jawab Kiai Utsman, "Istighatsah kaliyan (dan) Manaqib, Kiai."

"Wah nék ngono aku yo péngén Man, nang Njoso kéné yho diénékno, piyé Man?" (Wah kalau begitu aku ya ingin Man, di Rejoso sini juga diadakan, bagaimana Man?). Tanya Kiai Romli.

"Ndérék dhawuh, Kiai." Jawab Kiai Utsman manut.

"Iyo, tapi tetep awakmu engko séng mimpin Man." (Iya, tapi tetap kamu yang mimpin (acara tersebut) Man).

"Nggih ndérék dhawuh, Kiai."

"Terus saben dino opo nék nang Suroboyo acarané?" (Terus setiap hari apa acaranya di Surabaya?) tanya Kiai Romli kemudian.

"Setiap malem sewelas (malam 11), Kiai."

"Nék ngono nang kéné malem rolasé waé Man!?" (Kalau begitu di sini malam 12 saja Man!?)

"Nggih ndérék mawon, Kiai."

Pada bulan berikutnya Mbah Kiai Utsman memulai acara Manaqiban di Rejoso, keesokan hari setelah semalamnya acara Manaqiban di mushala Pondok Pesantren Jatipurwo. Dan sesuai rencana semula seperti yang disampaikan oleh Mbah Kiai Romli, bahwa yang bertindak memimpin acara adalah Mbah Kiai Utsman sendiri. Namun Kiai Utsman lebih memilih untuk bermakmum hingga acara Manaqiban tersebut selesai.

Setelah beberapa kali acara tersebut diadakan di Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Jombang, suatu ketika seusai acara Manaqiban Mbah Kiai Utsman dipanggil oleh Mbah Kiai Romli untuk menghadap. Kiai Romli hanya ingin menyampaikan unek-unek di hatinya karena setelah acara tersebut berjalan di Rejoso, beliau merasa iba kepada murid kesayangannya itu.

Mbah Kiai Romli berkata, "Aanu Man, awakmu lak wés akéh kesibukané nang Suroboyo. Durung séng mulang santri, durung séng ngeladéni masyarakat, durung manéh engko nekani undangan, tur manéh acara nang Njoso iku sak mariné acara nang Suroboyo. Koen lak kessel Man? Séng enak ditulis waé Man, engko digantungno nang pengimaman. Dadi nék koen tepak berhalangan gak iso budal nang Njoso, engko aku séng munggah. Nék wés ono tulisané aku lak garék moco Man!?" (Begini Man, kamu kan sudah banyak kesibukannya di Surabaya. Ngajar santri, meladeni masyarakat, menghadiri undangan, belum lagi acara di Rejoso setelah acara di Surabaya. Kamu kan capek Man? Yang enak ditulis saja Man, nanti digantungkan di pengimaman. Jadi ketika kamu berhalangan hadir di Rejoso, nanti saya yang menggantikan. Kalau sudah ada tulisannya kan aku tinggal baca!?).

"Ndérék dhawuh, Kiai." Jawab Kiai Utsman patuh.

Setelah itu, ditulislah bacaan Istighatsah tersebut oleh Mbah Kiai Utsman dengan tangan beliau sendiri sesuai permintaan guru tercintanya.

Di lain cerita, bahwa Mbah Kiai Romli Tamim Rejoso Jombang mendapatkan ijazah manaqib itu dari Mbah Kiai Utsman al-Ishaqy Jatipurwo Surabaya. Tapi kalau soal thariqah, Mbah Kiai Romli adalah guru dari Mbah Kiai Utsman dunia-akhirat. Wallahu a'lam. (Sumber: Agus Ahmad Danyalin Al-Ishaqy).

Catatan tambahan: Kiai Romli Tamim sebelum menjadi guru sekaligus mursyid dari Kiai Utsman al-Ishaqy adalah teman karib dan sama-sama santri kesayangan Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang. Kiai Romli diambil menantu oleh gurunya sendiri, Kiai Hasyim, sedangkan Kiai Utsman adalah yang diutus oleh Mbah Hasyim Asy'ari untuk menemani Kiai Romli. Yang kemudian Mbah Utsman menjadi murid sekaligus akhirnya menjadi penerus estafet kemursyidan Kiai Romli Tamim dengan thariqah Qadiriyah wa Nasyabandiyah.

Oleh : fp Kumpulan Foto Ulama dan Habaib
www.facebook.com/KumpulanFotoUlamaDanHabaib/photos/a.356613851095960.85503.347695735321105/1116989571725047/?type=3&source=54

http://pustakamuhibbin.blogspot.co.id/2016/10/penyusun-istighatsahan-adalah-mbah-kiai.html

Minggu, 02 Oktober 2016

Perbedaan Kiai Itu Lumrah



    Kalo ada para Kiai saling beda pendapat itu ya lumrah, biasa, memang dari dulu ya seperti itu, mulai jaman 'asu ra enak' ya emang gitu. Ulama dahulu juga saling beda pendapat, hingga muncul lah berbagai madzhab. Bahkan para Sahabat Radhiyallahu Anhum ketika masih ada Rasulullah saw. di sisi mereka saja juga biasa berbeda pendapat. Kog Sahabat, lha wong dalam Al Qur'an sendiri, Allah swt. juga telah menjelaskan dengan firman-Nya, bahwa ketika dalam satu masa ada tidak hanya satu Nabi juga mereka biasa beda pendapat. Seperti antara Nabi Ibrahim dan Nabi Luth alaihimas salam yang berbeda dalam cara menyambut tamu. Antara Nabi Musa dan Nabi Harun alaihimas salam dalam cara berdakwah. Atau antara Nabi Dawud dan putranya sendiri, Nabi Sulaiman alaihimas salam, yang jelas-jelas beda pendapat dalam hal mengambil keputusan peradilan. Namun semua, mulai dari Kiai hingga Para Nabi, inti dakwah mereka pastilah sama, Rahmatan Lil 'Alamin.

Jadi ya ngga perlu ngotot ngotot 'mbelani' satu Kiai hingga merendahkan Kiai lainnya, lha wong beliau beliau yang saling beda pendapat dan menyalahkan pendapat lainnya itu saja ngga ngotot kog.

Bukankah Para Kiai NU sudah banyak mencontohkan. Seperti antara Mbah Hasyim Asy'ari yang terkenal lebih memilih hukum yang berat-berat demi ihtiyath, seperti mengharamkan kentongan, yang berhadapan dengan Mbah Faqih Maskumambang, yang terkenal lebih memilih hukum yang ringan, beliau memperbolehkan kentongan, tapi keduanya saling menghormati.

Antara Mbah Zubair Dahlan, abahnya Mbah Maimoen Zubair, yang karakternya persis Mbah Hasyim, suka ihtiyath dalam memilih hukum, beliau mengharamkan kepiting. Berbeda dengan Mbah Muhammadun Pati, yang menghalalkan makan kepiting. Tapi beliau berdua juga ngga ngotot ngototan, buktinya beliau berdua malah besanan, menyatukan Mbah Aniq Muhammadun dan Putri Mbah Zubair.

Luhumul Ulama masmumah, jangan main-main dengan kehormatan dan kemuliaan para Ulama dan Kiai.

Oleh : fb Ahmad Atho
www.facebook.com/story.php?story_fbid=1421328534550526&id=100000201796519