Dalam penyusunan disertasinya, Prof. Dr. KH. Sayyid Agiel bin Husin al-Munawwar (mantan menteri agama RI 2001-2004) pernah mengalami kesulitan mentakhrij 2 buah hadits. Beliau tidak menemukan sanad 2 hadits tersebut. Apakah betul hadits atau bukan. Beliau pun akhirnya sowan mendatangi Syeikh Yasin bin Isa Padang.
Saat mendekat pada Syeikh Yasin, Syeikh Yasin bertanya pada Pak Sayyid Agiel, "indak musykilah?".
"Na'am, ya Syaikh", jawab Pak Sayyid.
Syeikh Yasin mendengarkan 2 buah hadits tersebut dari Pak Sayyid. Syeikh Yasin lalu berucap, "nanti malam saya tanyakan kepada Rasulullah".
Besok pagi, Pak Sayyid menemui Syeikh Yasin. Syeikh Yasin bilang: "Ada kabar gembira buat kamu. Tadi malam sudah saya tanyakan kepada Rasulullah, 2 buah hadits kemarin itu memang sabda beliau. Itu ada dalam kitab ini halaman ini dan juz sekian".
Luar biasa.... Syeikh Yasin bisa bertemu Rasulullah SAW sesuka beliau...
Karenanya, belum pernah saya temukan seorang muhaddits yang mengatakan hadits-hadits yang ada dalam kitab Ihya Ulumiddin itu maudhu' (palsu). Mereka hanya mengatakan "laa ashla lahu". Mereka tahu betul siapa Imam Ghazali, satu-satunya ulama yang bergelar Hujjatul Islam.
Maka berkata Syeikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Martapura, yang beliau kutip dari kalamnya Syekh Syarwani Abdan Bangil : "Imam Ghazali itu kedudukannya mulhaq bish-shohabat, karenanya beliau tidak menyebutkan riwayat hadits yang beliau tulis dalam kitab-kitabnya. Imam Ghazali sudah diberi makam ijtima', yang bisa bertemu langsung dengan Rasulullah dalam keadaan mimpi ataupun terjaga".
Wallahu a'lam.
Untuk al-Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Syeikh Yasin bin Isa, Syeikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani, Syeikh Syarwani Abdan, lahum al-Fatihah.....
Oleh : fp KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy
www.facebook.com/story.php?story_fbid=907071452792009&id=427042707461555
Sumber Kyai Shofwan Alwie Husein
Rabu, 22 November 2017
Minggu, 19 November 2017
Pertemuan KH. Ahmah Djazuli pada KH. Addul Hamid
Saat masih muda, KH. Fu'ad Mun'im Djazuli pernah bepergian mengawal ayahandanya, KH. Ahmad Djazuli Utsman, untuk menghadiri sebuah acara di daerah Malang. Mereka pergi dengan mengendarai andong, kendaraan yang tersedia kala itu.
Setelah acara di Malang usai, KH. Ahmad Djazuli bermaksud melanjutkan perjalanan ke Pasuruan untuk bertamu kepada KH. Abdul Hamid. Hal ini membuat KH. Fu'ad Mun'im merasa khawatir, karena uang bekal perjalanan sudah habis. Saat hendak berangkat, KH. Fu'ad Mun'im mengutarakan kehawatirannya pada sang ayahanda, "Ngapunten, Abah! Sangune sampun telas." (Mohon maaf! Abah. Uang sakunya sudah habis) KH. Ahmad Djazuli hanya menjawab singkat, "Laa shohiba ilmin mamquutun." (Tiada seorang berilmu pun menjadi terhina).
KH. Abdul Hamid Pasuruan |
Apa yang menjadi jawaban Sang Ayahanda, rupanya belum dapat menghapus kekhawatiran KH. Fu'ad Mun'im. Di tengah perjalanan KH. Fu'ad Mun'im mengulangi perkataannya, "Abah, artone sampun telas." (Abah, uangnya sudah habis). Dan jawaban KH. Ahmad Djazuli pun tetap sama, "Laa shoohiba ilmin mamquutun."
Mereka akhirnya sampai di kediaman KH. Abdul Hamid. Sebelum mendekat di kediaman, sekali lagi KH. Fu'ad Mun'im menyinggung perihal uang saku yang benar-benar sudah habis. Namun jawaban KH. Ahmad Djazuli tak berubah sedikit pun,"Laa shoohiba ilmin mamquutun"
Tak lama menunggu, mereka dihampiri seorang khodam (pembantu) KH. Abdul Hamid. Setelah mempersilakan masuk, si khodam bertanya, "Ngapunten, njenengan paring asmo sinten?" (Maaf, Anda bernama siapa?)
KH. Ahmad Djazuli menjawab, "Kulo Ahmad Djazuli" (Saya Ahmad Djazuli)
si khodam melanjutkan pertanyaan,:"Saking pundi?" (Dari mana?) KH. Ahmad Djazuli kembali menjawab, "Saking Ploso – Kediri” (Dari Ploso – Kediri) Si khodam mempersilakan mereka supaya menunggu, sebelum kemudian menghaturkan kabar kehadiran KH. Ahmad Djazuli pada KH. Abdul Hamid.
"Ngapunten, wonten tamu saking Ploso - Kediri. Paring asmo Ahmad Djazuli." (Maaf, wonten tamu saking Ploso - Kediri. Bernama Ahmad Djazuli), kata si khodam menghaturkan kabar. Seketika itu KH. Abdul Hamid yang belum pernah bersua KH. Ahmad Djazuli, langsung berteriak, "Djazuli, man jazula ilmuhu" (Djazuli, seorang yang agung keilmuannya).
KH. Abdul Hamid sungguh merasa bahagia mendapat tamu yang istimewa, yakni seorang ‘alim yang tidak lain adalah KH. Ahmad Djazuli. Suguhan untuk tamu istimewa ini pun tentu berupa hidangan- hidangan yang sangat istimewa. Mendapati jamuan yang begitu istimewa, giliran KH. Fu'ad Mun'im sambil tersenyum dan dengan mantap berkata, "Laa shoohiba ilmin mamquutun."
KH. Abdul Hamid tak menyia-nyiakan kesempatan bersua tamu istimewa ini, Beliau kemudian meminta KH. Ahmad Djazuli agar sudi membaca kitab walau sejenak, dengan harapan supaya para santri KH. Abdul Hamid dapat tabarrukan (memperoleh berkah) lantaran KH. Ahmad Djazuli. Tak tanggung-tanggung, KH. Abdul Hamid menyodorkan kitab Tafsir Al Kabir kepada KH. Ahmad Djazuli. Melihat sang ayahanda disodori kitab tersebut, KH. Fuad Mun’im berkata keheranan, "Abah, kitab ipun ageng njih.” (Ayah, kitabnya besar ya). KH. Ahmad Djazuli. Pun menjawab, “Abahmu iki, Le! Isuk sarapane kitab, awan ya kitab, sore ya kitab, bengi ya kitab." (“Abahmu ini, Nek! Pagi sarapannya kitab, awan ya kitab, sore ya kitab, malam ya kitab).
Di saat perjalanan pulang, didalam kereta kuda beliau, ditemukan banyak sekali tumpukan amplop berisi uang. Menyaksikan hal itu, KH. Fuad Mun’im semakin mantap dengan apa yang dikatakan sang ayahanda, KH. Ahmad Djazuli;
"LAA SHOOHIBA ILMIN MAMQUUTUN."
Oleh : fb Aniqulfaiq
www.facebook.com/story.php?story_fbid=1717304311676526&id=100001909227182
Atau disunting dari status Facebook, Muhamad Anam Gozali, 4 September 2016.
www.facebook.com/athesatrya1/posts/1265194333504287
Langganan:
Postingan (Atom)